Bio-etanol dari Tongkol Jagung
Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini semakin meningkat karena BBM sudah merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Hal ini dikarenakan kuantitas minyak bumi pada lapisan bumi terus menipis akibat eksploitasi yang terus-menerus. Satu kelemahan dari minyak bumi adalah sifatnya yang tidak mudah diperbaharui, sehingga mendorong masyarakat untuk mencari sumber energi baru alternatif, salah satunya adalah bioetanol.
Saat ini yang banyak digunakan untuk bahan baku alternatif dari sektor pangan mengandung selulosa yang memiliki potensi untuk menghasilkan bioetanol, adalah jagung. Jumlah limbah dari hasil produksi dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat dimanfaatkan secara tepat.
Tongkol jagung mengandung selulosa (45%), hemiselulosa (35%) dan lignin (15%). Komposisi kimia tersebut menjadikan tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber bahan baku penghasil bioetanol, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Pembuatan bio etanol dari tongkol jagung melalui berbagai tahap. Pertama, tongkol jagung di bersihkan dengan air kemudian di jemur hingga kering. Setelah kering, tongkol jagung di dihaluskan hingga menjadi serbuk jagung. Serbuk jagung yang telah halus tadi kemudian dihidrolisis. Hidrolisis dapat mempengaruhi kadar gula dalam tongkol jagung, hal ini disebabkan karena kandungan yang terdapat pada tongkol jagung yang berupa senyawa kompleks dapat dipecah sehingga menjadi senyawa sederhana (glukosa), sehingga kandungan glukosa pada substrat tongkol jagung bertambah. Dengan terbentuknya senyawa yang lebih sederhana akan memudahkan mikroba untuk melakukan fermentasi. Tahap selanjutnya adalah proses Fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Bakteri yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol. Fermentasi dilakukan selama kurang lebih tiga hari dengan suhu 30 derajat celcius. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan distilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78 derajat celcius sedangkan air adalah 100 derajat celcius (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100 derajat celcius akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi volume 95 %. Setelah proses distilasi selesai, maka dihasilkanlah bio etanol yang siap digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar