Indonesia adalah surga dunia yang memiliki segala anugerah dari pencipta alam semesta. Kekayaan bahan tambang Indonesia membentang dari 95 – 1410 bujur
timur dan menempati urutan ke-6 di dunia. Aktivitas pertambangan di
Indonesia tentunya tak dapat dihindari demi memenuhi kebutuhan manusia.
Kebutuhan manusia akan perlunya pembangunan di segala aspek kehidupan
dan perkembangan teknologi yang pesat menjadikan kegiatan pemurnian
bahan tambang sangat krusial dan harus dilakukan. Kegiatan pertambangan
juga tentunya tidak akan terlepas dari hasil buangan yang dihasilkannya.
Manajemen yang baik dalam kegiatan pertambangan sangat diperlukan agar
dampak lingkungan yang ditimbulkannya dapat diminimalisir atau bahkan zero effect.
Perkembangan teknologi dan rekayasa pertambangan yang sudah sangat
pesat sebenarnya dapat mewujudkan impian tersebut. Pemerintah Indonesia
pun sudah mengeluarkan regulasi yang jelas untuk mengelola hasil bumi
nusantara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Maka dari itu, solusi
dari limbah hasil produksi bahan tambang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya dengan submarine tailing placement technique atau teknik penempatan tailing di dasar laut yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tengggara.
Tailing merupakan limbah yang
dihasilkan dari proses penggerusan batuan tambang (ore) yang mengandung
bijih mineral untuk diambil mineral berharganya. Setiap kegiatan
pertambangan pasti menghasilkan tailing. Hal ini tidak dapat
dihindari karena mineral berharga yang terkandung dalam batuan sangatlah
kecil. Misalnya, dalam penambangan emas secara bawah tanah di Jawa
Barat, 1 ton batuan hanya mengandung 9 gram emas (Antam, 2006). Itu artinya, seperti sebuah kelereng dalam stadion bola, kecil tapi berharga. PT Newmont Nusa Tenggara yang selanjutnya disebut PT NNT melakukan maintenance yang modern dalam melakukan kegiatan pertambangan emas dan tembaganya di Batu Hijau, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. PT NNT menggunakan metode submarine tailing placement technique atau pembuangan tailing ke
dasar laut di Samudra Hindia atau tepatnya ke parit dasar laut Senunu
untuk menghindari pencemaran lingkungan yang berat jika ditempatkan di
darat.
PT NNT menggunakan metode submarine tailing placement technique
dengan mendasarkan analisisnya terhadap dampak lingkungan yang terjadi
akibat aktivitas pertambangannya. Kegiatan pertambangan di era modern
seperti sekarang mengubah paradigma yang hanya berorientasi pada pilar
keuntungan ekonomi menjadi tiga pilar, yaitu orientasi ekonomi,
kesejahteraan sosial, dan perlindungan lingkungan. Perlindungan
lingkungan menjadi isu utama yang membuat dilema perusahaan tambang di
Indonesia. Namun, PT NNT dapat menunjukkan komitmennya dalam hal konservasi lingkungan sekitar tambang. Hal ini dapat didasarkan pada dua hal berikut.
1. Mekanisme pemurnian menggunakan physics method/proses fisika
PT NNT
melakukan proses konsentrasi dan flotasi sehingga sama sekali tidak
menggunakan aditif bahan kimia yang beracun dan berbahaya. Proses ini
dilakukan tidak seperti proses pemisahan mineral emas dan tembaga pada
unit konsentrator menggunakan sianida, arsen, ataupun merkuri
sebagaimana yang lazim digunakan pada pemurnian logam emas secara kimia.
Sianida dapat menyebabkan kematian langsung bila masuk ke dalam tubuh
manusia dan makhluk hidup lainnya, sedangkan arsen dan merkuri merupakan
unsur toksik yang dapat mengendap dalam jangka waktu lama dan
menyebabkan kematian di kemudian hari. Oleh karena itu, dilihat dari
proses pengolahan bijihnya, penggunaan bahan kimia berbahaya dapat
diminimalisir.
2. Limbah tailing dibenamkan ke parit dasar laut Senunu
Limbah tailing yang berupa slurry atau
lumpur dengan komposisi material padat berbutir halus dan air laut
dibuang ke parit laut Senunu berjarak 3,2 km dari garis pantai dengan
kedalaman 112 meter. Pada kedalaman ini, lumpur tailing tidak
akan bisa naik ke permukaan karena pada kedalaman 100 meter merupakan
lapisan termoklin, di mana suhu air laut akan turun secara drastis yang
memiliki tekanan berbeda ditambah dengan massa jenis lumpur sebesar 1,3 –
2,6 gr/cc yang lebih besar dari air laut sebesar 1,43 – 2,30 gr/cc. Hal
ini menyebabkan lumpur slurry akan terus-menerus mengandap di
dasar laut Senunu, menyatu dengan sedimen laut lainnya yang berupa
lumpur lanau lempungan. Oleh karena itu, pencemaran air laut di selatan
Sumbawa Barat sepenuhnya dapat dihindari karena kontaminasi lumpur slurry tidak terjadi di permukaan.
Kegiatan pertambangan didasarkan pada jumlah
kandungan mineral berharga dan lokasi yang mendukung untuk proses
pemurnian dan juga penempatan limbahnya. Hal ini berbanding terbalik
dengan lokasi tambang Batu Hijau di Sumbawa Barat yang dikelola oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Penambangan tembaga dan emas oleh PT NNT
termasuk berkadar rendah (low grade). Setiap 1 ton batuan yang diolah,
terdapat 5 kg tembaga dan hanya 0,5 kg emas yang didapat. Oleh sebab
itu, PT NNT menerapkan teknologi
tinggi dan peralatan yang canggih untuk mengolah batuan dengan mineral
berharga berkadar rendah ini. Sedangkan, lokasi penambangannya memiliki
morfologi laut yang memungkinkan untuk pembuangan limbah dengan metode submarine tailing placement technique,
sebuah teknik penempatan tailing unggulan yang dianggap lebih kecil
dampak dan resikonya terhadap lingkungan, dibandingkan dengan penempatan
tailing di darat (Ellis, 1987). Alasan lain dilakukannya pembuangan tailing di laut dikarenakan potensi gempa di zona Ring of Fire,
sebuah area di bagian selatan Indonesia dan memanjang hingga Samudra
Pasifik dengan pergerakan lempeng subduksi yang besar. Bila terjadi
gempa bumi, tailing yang dibuang ke danau buatan di darat dengan luas sekitar 2.310 hektar akan meratakan pemukiman penduduk. Hal ini terjadi bila PT NNT memilih membuang limbah tailing di darat daripada di laut.
Wilayah Indonesia dengan kekayaan bahan
tambangnya di darat dan laut tidak akan berdaya guna bila tidak diolah.
Triliunan ton mineral berharga di dalam perut bumi nusantara yang dapat
menyejahterakan manusia di atasnya perlu dimaksimalkan dengan regulasi
dan pengawasan yang jelas oleh pemerintah. Metode pembuangan limbah tailing memang selalu berdampak pada lingkungan sekitar, namun bukannya tidak bisa dihindari. Metode submarine tailing placement technique adalah
salah satu rekayasa teknologi pertambangan yang paling efektif untuk
menghindari pencemaran lingkungan akibat proses pengolahan bahan
tambang. Metode yang sama dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara
dengan orientasi perlindungan lingkungan. Cara ini seharusnya dapat
dilakukan oleh seluruh perusahaan tambang milik negara maupun swasta.
Oleh karena itu, bentuk tanggung jawab yang sangat relevan bagi
perusahaan tambang di Indonesia adalah dapat melakukan proses pengolahan
tambang dengan environment minimum risk sehingga tidak merampas hak untuk hidup bagi makhluk hidup di sekitarnya.
Teknik Metalurgi dan Material 2013
UniversitasTeknologi Sumbawa
Referensi:
- Lubis, Subaktian. 2002. Teknologi Penempatan Tailing ke Dasar Laut: Konsekuensinya terhadap Perubahan Bentuk Dasar Perairan. Puslitbang Geologi Kelautan. Dilihat 10 Desember 2013. <http://www.mgi.esdm.go.id/content/teknologi-penempatan-tailing-ke-dasar-laut-konsekuensinyaterhadap-perubahan-bentuk-dasar-per>.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar